Pada awal
tahun 1960, karena eskalisi politik yang tidak stabil di berbagai belahan dunia
banyak kaum perempuan yang melakukan gerakan-gerakan secara massive yang
kemudian didukung oleh beberpa orang tokoh dan menjadi sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari bagian sosiologi. Dalam gaya masyarakat modern, gelombang
gerakan perempuan digambarkan secara spesifik dan menggambarkan perjalann
sosial menuju emansipasi. Gerakan ini akan membawa kita pada sebuah penilaian
terhadap perempuan dalam suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh
kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka dan
menawarkan kepada seluruh aspek masyarakat prospek kebebasan di masa depan.
Konsep masyarakat di masa depan menurut Alvin Tofler adalah masyarakat industri
dan akan menuju masyarakat informatif. Tentu apabila kita melihat pembagaian
masa masyarakat oleh Tofler, dimana ada masyarakat industri dan informasi maka
kajian akan media massa disini menjadi penting. Apalagi ketika dihubungkan
dengan konsep kebebasan masyarakat di masa depan seperti tujuan dari gerakan
perempuan pada tahun 1960.
Seorang Karl
Marx menawarkan sebuah alat teorotis untuk menggali sumber-sumber
ketidaksetaraan dalam wilayah sosial perempuan. Menurut Marx, sumber penindasan
kaum perempuan adalah adanya konsep kapitalisme yang menjadikan perempuan
sebagai subordinat Dalam hubungannya dengan masyarakat modern, kapitalisme
menjadi sebuah sistem yang tidak terpisahkan dari pergaulan sosial serta
membentuk masyarakat-masyarakat industri yang semakin meminggirkan dan
cenderung mengekspolitasi fisikal perempuan. Dalam masyarakat industri,
peran-peran mengeksploitasi dan menghegemoni diambil alih oleh media
massa.
Media massa
seringkali merekonstruksi peran perempuan sebagai subordinat lelaki. Hal ini
kita bisa lihat dari rubrikasi pada media cetak dan program tayangan pada
televisi. Media hanya menempatkan perempuan pada wilayah-wilayah domestik saja.
Dalam media cetak biasanya terbias pada rubrik ‘konsultasi seks’, kabar
‘fashion terbaru’, rubrik ‘resep makanan’, ‘ramalan bintang’ hingga gosip
terbaru para selebritis. Begitu juga dengan media televisi. Perempuan secara
khusus hanya ditampilkan dan ditonjolkan fisikal serta unsur seksnya saja.
Lihat saja bagaimana program ‘rengking 1 selebritis’, ‘kakek-kakek narsis’,
‘mata lelaki’, ‘jam malam’ atau program-program kuis yang menawarkan para
perempuan-perempuan berbusana minim untuk memandu acara tersebut. Belum lagi
ketika kita berani menganalisis sedikit bagaimana para wanita-wanita tua yang
diekpolitasi dengan menampilkan sisi kelemahan mereka mencari nafkah untuk
keluarganya, menampilkan sosok tua dan renta, menampilkan sisi kehidupannya
yang begitu serba susah.
Media sebagai
industri di Indonesia memang sangat mewabah hari ini. Tentu saja selain
menampilkan sisi politis media yang harus mewakili kepentingan ‘owner’,
media juga terjebak pada sisi industri dan orientasi bisnis. Orientasi bisnis
ini yang membagi-bagi secara ketat segmentasi audiens media yang melihat jenis
kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, minat dan hobi. Media tidak lagi berpikir
tentang apakah fakta yang mereka tampilkan di media dibutuhkan oleh masyarakat
atau tidak. Dan perempuan dianggap sebagai agen yang mampu menarik dan membuat
produk di media massa laku keras. Seperti contoh iklan-iklan dari kosmetik
sampai iklan mesin pompa air yang sebenarnya secara logika tidak mempunyai
hubungan sama sekali dengan perempuan. Sekarang ini marak sekali iklan yang
menggunakan peran wanita. Namun iklan tersebut kurang memposisikan perempuan
dengan sesuai, dimana kecenderungan mengeksploitasi mereka secara sensual
demi meraup keuntungan bagi sebuah produk yang diiklankan. Fenomena ini
sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun makin lama tampak semakin mengeksploitir
perempuan. Melihat hal ini dalam media baik cetak (koran dan tabloid), televisi
(iklan dan sinetron) dan internet, semakin lama daya tarik fisik perempuan
semakin ditonjolkan. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi
untuk tujuan komersil.
Jauh ke dalam
dari sisi seksualitas perempuan yang ditampilkan oleh hampir semua produk iklan
di media massa, bahwa dengan menggunakan perempuan sebagai iklan produk yang
sebenarnya tidak berhubungan sama sekali secara logika, merupakan sebuah pembodohan
massal lewat media.
mantap kakak!
BalasHapus