Jumat, 17 Januari 2014

Perempuan, Agen Kebohongan Media



Pada awal tahun 1960, karena eskalisi politik yang tidak stabil di berbagai belahan dunia banyak kaum perempuan yang melakukan gerakan-gerakan secara massive yang kemudian didukung oleh beberpa orang tokoh dan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari bagian sosiologi. Dalam gaya masyarakat modern, gelombang gerakan perempuan digambarkan secara spesifik dan menggambarkan perjalann sosial menuju emansipasi. Gerakan ini akan membawa kita pada sebuah penilaian terhadap perempuan dalam suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka dan menawarkan kepada seluruh aspek masyarakat prospek kebebasan di masa depan. Konsep masyarakat di masa depan menurut Alvin Tofler adalah masyarakat industri dan akan menuju masyarakat informatif. Tentu apabila kita melihat pembagaian masa masyarakat oleh Tofler, dimana ada masyarakat industri dan informasi maka kajian akan media massa disini menjadi penting. Apalagi ketika dihubungkan dengan konsep kebebasan masyarakat di masa depan seperti tujuan dari gerakan perempuan pada tahun 1960.
Seorang Karl Marx menawarkan sebuah alat teorotis untuk menggali sumber-sumber ketidaksetaraan dalam wilayah sosial perempuan. Menurut Marx, sumber penindasan kaum perempuan adalah adanya konsep kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai subordinat Dalam hubungannya dengan masyarakat modern, kapitalisme menjadi sebuah sistem yang tidak terpisahkan dari pergaulan sosial serta membentuk masyarakat-masyarakat industri yang semakin meminggirkan dan cenderung mengekspolitasi fisikal perempuan. Dalam masyarakat industri,  peran-peran mengeksploitasi  dan menghegemoni diambil alih oleh media massa.
Media massa seringkali merekonstruksi peran perempuan sebagai subordinat lelaki. Hal ini kita bisa lihat dari rubrikasi pada media cetak dan program tayangan pada televisi. Media hanya menempatkan perempuan pada wilayah-wilayah domestik saja. Dalam media cetak biasanya terbias pada rubrik ‘konsultasi seks’, kabar ‘fashion terbaru’, rubrik ‘resep makanan’, ‘ramalan bintang’ hingga gosip terbaru para selebritis. Begitu juga dengan media televisi. Perempuan secara khusus hanya ditampilkan dan ditonjolkan fisikal serta unsur seksnya saja. Lihat saja bagaimana program ‘rengking 1 selebritis’, ‘kakek-kakek narsis’, ‘mata lelaki’, ‘jam malam’  atau program-program kuis yang menawarkan para perempuan-perempuan berbusana minim untuk memandu acara tersebut. Belum lagi ketika kita berani menganalisis sedikit bagaimana para wanita-wanita tua yang diekpolitasi dengan menampilkan sisi kelemahan mereka mencari nafkah untuk keluarganya, menampilkan sosok tua dan renta, menampilkan sisi kehidupannya yang begitu serba susah.
Media sebagai industri di Indonesia memang sangat mewabah hari ini. Tentu saja selain menampilkan sisi politis media yang harus mewakili kepentingan ‘owner’, media juga terjebak pada sisi industri dan orientasi bisnis. Orientasi bisnis ini yang membagi-bagi secara ketat segmentasi audiens media yang melihat jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, minat dan hobi. Media tidak lagi berpikir tentang apakah fakta yang mereka tampilkan di media dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Dan perempuan dianggap sebagai agen yang mampu menarik dan membuat produk di media massa laku keras. Seperti contoh iklan-iklan dari kosmetik sampai iklan mesin pompa air yang sebenarnya secara logika tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan perempuan. Sekarang ini marak sekali iklan yang menggunakan peran wanita. Namun iklan tersebut kurang memposisikan perempuan dengan  sesuai, dimana kecenderungan mengeksploitasi mereka secara sensual demi meraup keuntungan bagi sebuah produk yang diiklankan. Fenomena ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun makin lama tampak semakin mengeksploitir perempuan. Melihat hal ini dalam media baik cetak (koran dan tabloid), televisi (iklan dan sinetron) dan internet, semakin lama daya tarik fisik perempuan semakin ditonjolkan. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi untuk tujuan komersil.
Jauh ke dalam dari sisi seksualitas perempuan yang ditampilkan oleh hampir semua produk iklan di media massa, bahwa dengan menggunakan perempuan sebagai iklan produk yang sebenarnya tidak berhubungan sama sekali secara logika, merupakan sebuah pembodohan massal lewat media.

1 komentar: