Seorang
Denis McQuail salah satu tokoh komunikasi dunia mengatakan, setidaknya ada tiga
versi hubungan antara media dan audiensnya. Yang pertama adalah media massa
memiliki hubungan organisasional yang berarti beraviliasi dengan organ atau
kelompok tertentu yang mengakibatkan sikap partisan dari media muncul. Yang
kedua adalah, sikap partisan dari media muncul karena adanya dorongan kondisi
ekonomi, sosial dan keadaan politik tertentu yang akan memaksa media yang
independen sekalipun akan memilih dan mendukung kelompok atau tokoh tertentu.
Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi dari media. Yang ketiga
adalah, media memang dibentuk oleh ideologi komersil yang membutuhkan sokongan
dana dari siapapun itu, termasuk tokoh politik.
Dari
tiga versi hubungan media dengan audiensnya ala Denis McQuail di atas, dapat
kita simpulkan bahwa media partisan adalah media massa yang memberikan dukungan
terhadap seorang tokoh, kelompok atau golongan tertentu dan secara bersamaan
dapat pula menjatuhkan tokoh, kelompok atau golongan yang berada di luar
mereka. Keberpihakan dapat dikemas dengan bentuk apa saja. Mulai dari
pemberitaan, iklan, talkshow atau
program CSR yang khusus dibuat untuk kepentiangan sang tokoh. Ironisnya, ketika
kita berpikir tentang idealisnya media massa dalam mewartakan fakta dan
peristiwa, maka manipulasi data dan rekayasa fakta menjadi barang halal dalam
media partisan. Implikasinya adalah, pelanggaran etika jurnalisme dan
perlakukan prinsip obyektivitas menjadi hal yang langka disini.
Apabila
penjabaran dari seorang Denis McQuail di atas kita masukkan dalam konteks
demokrasi di Indonesia, maka menjelang 2014 media massa telah melakukan
berbagai macam tindakan yang menurut Denis McQuail adalah variabel-variabel
partisan. Sebut saja, Jariangan Media
Group yaitu Harian Media Indonesia dan Metro Tv dimiliki oleh Surya Paloh yang
juga merupakan pimpinan tertinggi dari Parpol Nasional Demokrat. Kemudian ada
jaringan Viva News, yaitu Antv dan TvOne dimana bersemayam Aburizal Bakrie sang
ketua umum Golkar. Lalu ada jaringan MNC Group yaitu, Indosiar, MNC TV, RCTI
dan Global TV dimana tertera nama Hary Tanoeng Soedibyo yang menjadi Ketua
Dewan Pembina Partai Hanura. Trans Corp yang dimiliki oleh Chairul Tandjoeng
adalah satu dari sekian banyak Media yang berprinsip komersialisasi. Lalu ada
pimpinan dari Jawa Pos yang hariannya hampir disetiap kota di Indonesia ini
hadir, yaitu Dahlan Iskan. Dari fenomena
di atas, tidak salah apabila media massa di Indonesia kita golongkan ke dalam
media partisan.
Media
partisan telah mendapat justifikasi dari pendukung teori domino, yang memandang media sebagai alat yang dikuasai dan dapat
digunakan untuk melayani kepentingan kelas sosial dominan atau kelompok elit
lainnya. Logika sederhananya adalah daripada media gulung tikar, lebih baik
mendukung kelompok tertentu yang akan memberikan sokongan dana untuk eksistensi
dari media tersebut. Tapi, apapun alasan yang digunakan oleh media partisan hal
ini tidak dapat diterima ketika dibawa ke rana publik. Pertama, media partisan
tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Kedua, media
partisan dapat menjerumuskan masyarakat ke dalam pilihan-pilihan politik yang
tidak tepat karena propaganda yang dilakukan.
Menurut
Yasraf A. Piliang, kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik inilah
yang sesungguhnya menjadikan media tidak dapat netral, jujur, adil, objektif
dan terbuka (sebagaimana prinsip demokrasi). Akibatnya, informasi yang
disuguhkan oleh media akan menimbulkan persoalan obyektivitas pengetahuan yang
serius pada media itu sendiri. Jadi, ketika rana publik dikuasai oleh politik
informasi yang menjadikan informasi sebagai alat kekuasaan, media menjelma
sebagai perpanjangan tangan penguasa atau kelompok tertentu dengan menguasai
ruang publik. A.Piliang menyebutnya
dengan hyperalitas media, dimana
media dikuasai oleh dua kepentingan yang utama, yaitu ekonomi dan politik. Media
boleh jadi mencoba untuk mempresentasikan peristiwa-peristiwa secara jujur,
adil, objektif dan transparan, akan tetapi berbagai bentuk tekanan dan
kepentingan ideologis (pemilik,ekonomi dan politik) akan menjebak media ke
dalam politisasi media yang akan merugikan publik.
Kalau
sudah begini, maka media partisan yang dibentuk dan didorong oleh hyperealitas tadi akan menjadi racun
demokrasi di negeri ini.