Selasa, 21 Januari 2014

Terimkasihku Pada 19 dan 20



         Belum juga jiwa ini benar-benar bersatu dengan tubuhku yang menggigil bekas dingin semalam, dan mata ini juga belum benar-benar dapat befungsi dengan baik. Layaknya mimpi di tengah savana kau tersenyum di sampingku di atas sofa yang begitu sering aku tiban. Entah angin apa semalam yang begitu menguatkanmu dan mengejutkanku, “maaf...aku tidak dapat berkespresi sesuai ekspektasimu”.
            Mungkin benar, kata-kata telah kehabisan makna dalam menunjukkan eksistensi dari pesan yang kita baca. Maka, lebih dari sekedar ciuman dan pelukan makna begitu dalam terasa walau kita tidak dapat memastikannya, karena ini hanya tafsir. Tapi sudahlah, tafsir pun selalu memiliki makna. Termasuk kehadiranmu pagi itu.

  Sebenarnya aku begitu membenci meraba-raba dalam gelap dan seolah-olah sesuai dengan pikiranku tapi dibalik kerja akal yang seringkali membaptis kebenaran lewat realitas empiris, dipengulangan hidupku rasa-rasanya inilah kali keduaku disapa oleh cinta. Tentu saja sapa pertama kali ketika ibuku menggelontorkan aku melalui selubung rahimnya. Telah habis kata untuk menunjukkan betapa bahagianya jiwa dan tubuh yang lunglai ini, hingga aku katakan saja “seperti ending bahagia sebuah film”. Sederhana...
 
            Terimakasih untuk kehadiranmu dipengulangan hidupku
            Terimakasih untuk kekuatan yang membawamu kedekapanku
            Terimakasih untuk niat tulus yang meremajakan aku
            Terimakasih telah memberiku “Paolo” yang mencerminkan kesetiaan
            Terimakasih telah memberiku harapan yang menandakan kehidupan
            Terimakasih telah membawakanku cahaya yang membunuh hujan
            Dan akhirnya, terimakasih atas Ilahi.

Mari mengulang kembali..

Jumat, 17 Januari 2014

Diri Yang Biasa Saja



Apa yang paling menyedihkan dari jatuhnya hujan?
Apa yang paling mengecewakan dari datangnya malam?
Apa yang sungguh membuat gila selain hujan yang mendatangkan bah...dan malam yang melenyapkan cahaya emas matahari.

“Cinta itu menguatkan, bukan melemahkan”

Kalimat yang pertama kali aku dengar di gelapnya ruang dan dirimu yang terlihat hanya keresahan. Dialog dari sebuah film yang membuatku paham, bahwa mencintai bukan suatu hal yang harus disalahkan dan dijauhkan. Bahwa mencintai adalah konsep ketuhanan menujuNya.
Dan ketika malam-malam yang lain berlalu, kau memilih satu malam yang berlalu itu untuk membanjiri pipimu dengan linangan arus kuat dan isak itupun membahana. Kau mengucapkannya berulang-ulang kali membuatku muak dan harus menghentikanmu. 

Seperti lemari pakaian di dalam kamarmu, kau memiliki kotak-kotak yang tersusun rapi untuk menyimpan segala cerita tentang dirimu. Kau memiliki kuasa penuh untuk meletakkannya dan membawanya keluar, tak peduli apakah keputusanmu menimbulkan luka yang telah lama kering.
Aku mencari aku dalam kotak-kotak itu. Tatapan ku pertajam dengan setiap inci sudut-sudut kamarmu. Dimana aku diletakkan. Dibawah tempat tidur, di sebelah meja belajar, di bagian bawah lemari pakainmu, setumpukan pakain kotormu atau mungkin tersembunyi di bawah selimutmu. Tidak ada, aku tidak berada dalam kotak-kotakmu. 

Hingga aku sadar, kotak-kotak berisi cerita itu mungkin tidak berada dalam kamarmu. Yah benar saja, kotak berisi aku itu aku temukan di kamar belakang rumahmu atau saya katakan saja sebuah ruangan yang dinamakan gudang di antara tumpukan barang-barang bekas dan perkakas rumah. Kotaknya reok termakan rayap, warnanya suram dan penuh debu. Iyaaa... mungkin tempatku memang jauh darimu.

Jangan keluarkan aku dari kotak dan gudang bekasmu, karena dalam beberapa tahun ke depan aku akan menjadi sangat mahal dan disaat itu, maka kau akan bangga dengan memilikiku sepenuhnya. Dan aku akan dengan senang hati berada di kamarmu menemanimu di saat kau tertidur atau bermai game atau apa saja. 

Aku tidak ingin seperti Zorro seorang bertopeng yang setiap kali pergi meninggalkan bekas di dada. Aku juga tidak ingin seperti Robin Hood yang kedatangannya selalu dinantikan oleh rakyat jelata dan ditolak oleh kaum bangsawan. Aku ingin seperti diriku saja, kadang sederhana kadang rumit dan kadangkala juga sangat biasa saja.


Perempuan, Agen Kebohongan Media



Pada awal tahun 1960, karena eskalisi politik yang tidak stabil di berbagai belahan dunia banyak kaum perempuan yang melakukan gerakan-gerakan secara massive yang kemudian didukung oleh beberpa orang tokoh dan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari bagian sosiologi. Dalam gaya masyarakat modern, gelombang gerakan perempuan digambarkan secara spesifik dan menggambarkan perjalann sosial menuju emansipasi. Gerakan ini akan membawa kita pada sebuah penilaian terhadap perempuan dalam suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka dan menawarkan kepada seluruh aspek masyarakat prospek kebebasan di masa depan. Konsep masyarakat di masa depan menurut Alvin Tofler adalah masyarakat industri dan akan menuju masyarakat informatif. Tentu apabila kita melihat pembagaian masa masyarakat oleh Tofler, dimana ada masyarakat industri dan informasi maka kajian akan media massa disini menjadi penting. Apalagi ketika dihubungkan dengan konsep kebebasan masyarakat di masa depan seperti tujuan dari gerakan perempuan pada tahun 1960.
Seorang Karl Marx menawarkan sebuah alat teorotis untuk menggali sumber-sumber ketidaksetaraan dalam wilayah sosial perempuan. Menurut Marx, sumber penindasan kaum perempuan adalah adanya konsep kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai subordinat Dalam hubungannya dengan masyarakat modern, kapitalisme menjadi sebuah sistem yang tidak terpisahkan dari pergaulan sosial serta membentuk masyarakat-masyarakat industri yang semakin meminggirkan dan cenderung mengekspolitasi fisikal perempuan. Dalam masyarakat industri,  peran-peran mengeksploitasi  dan menghegemoni diambil alih oleh media massa.
Media massa seringkali merekonstruksi peran perempuan sebagai subordinat lelaki. Hal ini kita bisa lihat dari rubrikasi pada media cetak dan program tayangan pada televisi. Media hanya menempatkan perempuan pada wilayah-wilayah domestik saja. Dalam media cetak biasanya terbias pada rubrik ‘konsultasi seks’, kabar ‘fashion terbaru’, rubrik ‘resep makanan’, ‘ramalan bintang’ hingga gosip terbaru para selebritis. Begitu juga dengan media televisi. Perempuan secara khusus hanya ditampilkan dan ditonjolkan fisikal serta unsur seksnya saja. Lihat saja bagaimana program ‘rengking 1 selebritis’, ‘kakek-kakek narsis’, ‘mata lelaki’, ‘jam malam’  atau program-program kuis yang menawarkan para perempuan-perempuan berbusana minim untuk memandu acara tersebut. Belum lagi ketika kita berani menganalisis sedikit bagaimana para wanita-wanita tua yang diekpolitasi dengan menampilkan sisi kelemahan mereka mencari nafkah untuk keluarganya, menampilkan sosok tua dan renta, menampilkan sisi kehidupannya yang begitu serba susah.
Media sebagai industri di Indonesia memang sangat mewabah hari ini. Tentu saja selain menampilkan sisi politis media yang harus mewakili kepentingan ‘owner’, media juga terjebak pada sisi industri dan orientasi bisnis. Orientasi bisnis ini yang membagi-bagi secara ketat segmentasi audiens media yang melihat jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, minat dan hobi. Media tidak lagi berpikir tentang apakah fakta yang mereka tampilkan di media dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Dan perempuan dianggap sebagai agen yang mampu menarik dan membuat produk di media massa laku keras. Seperti contoh iklan-iklan dari kosmetik sampai iklan mesin pompa air yang sebenarnya secara logika tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan perempuan. Sekarang ini marak sekali iklan yang menggunakan peran wanita. Namun iklan tersebut kurang memposisikan perempuan dengan  sesuai, dimana kecenderungan mengeksploitasi mereka secara sensual demi meraup keuntungan bagi sebuah produk yang diiklankan. Fenomena ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun makin lama tampak semakin mengeksploitir perempuan. Melihat hal ini dalam media baik cetak (koran dan tabloid), televisi (iklan dan sinetron) dan internet, semakin lama daya tarik fisik perempuan semakin ditonjolkan. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi untuk tujuan komersil.
Jauh ke dalam dari sisi seksualitas perempuan yang ditampilkan oleh hampir semua produk iklan di media massa, bahwa dengan menggunakan perempuan sebagai iklan produk yang sebenarnya tidak berhubungan sama sekali secara logika, merupakan sebuah pembodohan massal lewat media.