Senin, 15 Juni 2015

Bassang dan Gerakan ‘Back To 90’

Masa lalu selalu memberikan rasa tersendiri bagi kebanyakan orang. Iya, masa lalu seringkali dikaitkan dengan sebuah kenangan manis bersama seseorang atau kepahitan bersama orang lainnya. Tapi, bagi saya masa lalu seperti semangkok bassang. Mengapa semangkok bassang, bukan sepiring atau sesendok, lalu mengapa pula dengan bassang, bukan bubur kacang ijo ataupun rempeyek. Secara tegas saya katakan, ini adalah hak preogratif dari penulis.
Akhir-akhir ini, begitu banyak wacana dari media sosial yang mengkampanyekan mengenai ‘back to 90’. Mulai dari musik, film kartun permainan dan pakaian. Tapi bagi saya, ‘back to 90’ adalah bassang. Kerinduan terhadap masa lalu saat masa kecil dan masa remaja bisa jadi  adalah gerakan bawah tanah bagi sekelompok orang yang menginginkan Indonesia kembali dipimpin oleh diktator, Soeharto. Bisa jadi gerakan ini bermula dari wacana ‘pop culture’ dimana menggunakan isu-isu tentang menyenangkannya masa kecil dan remaja sebagai jalan pembuka bagi masuknya kembali penguasa zalim. Tapi, hal ini tidak dapat menafikkan bassang sebagai makanan pembuka pagi hari ketika saya kecil. Dimana gerakan makan bassang, menjadi satu-satunya gerakan apolitis yang bebas nilai. Hari ini ‘back to 90’, besok-besok bisa jadi ‘back to Orba’
Saya menduga, sekelompok orang yang menggawangi wacana ‘back to 90’ tidak pernah merasakan bassang. Mereka tidak pernah merasakan sedapnya kepulan asap dari buih jagung dengan santan, dicampur gula sedikit sehingga manisnya tidak lekang dimakan zaman, baik itu zaman orla, zaman orba hingga zaman reformasi. Biar saya memberitahu kalian, bassang adalah makanan andalan saya ketika kecil, bassang menjadi makanan wajib sebelum berangkat sekolah, dan beliau (read:bassang) tidak pernah mengeluh. Bassang menjadi sebuah unsur pagi seperti embun bagi warga Makassar. Kalian boleh beda mengenai Jokowi dan Prabowo, kalian boleh beda mengenai liverpool, Real Madrid dan Milan tapi bassang adalah keniscayaan.

Basaang merupakan representatif dari Makassar, panas, mengepul, putih, bersih dan mengenyangkan. Yahhh, seperti Makassar yang selalu bersemngat, menjunjung kebenaran dan selalu bermanfaat bagi orang lain.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar