Masa lalu selalu memberikan rasa
tersendiri bagi kebanyakan orang. Iya, masa lalu seringkali dikaitkan dengan
sebuah kenangan manis bersama seseorang atau kepahitan bersama orang lainnya.
Tapi, bagi saya masa lalu seperti semangkok bassang. Mengapa semangkok bassang,
bukan sepiring atau sesendok, lalu mengapa pula dengan bassang, bukan bubur
kacang ijo ataupun rempeyek. Secara tegas saya katakan, ini adalah hak
preogratif dari penulis.
Akhir-akhir ini,
begitu banyak wacana dari media sosial yang mengkampanyekan mengenai ‘back to
90’. Mulai dari musik, film kartun permainan dan pakaian. Tapi bagi saya, ‘back
to 90’ adalah bassang. Kerinduan terhadap masa lalu saat masa kecil dan masa remaja
bisa jadi adalah gerakan bawah tanah
bagi sekelompok orang yang menginginkan Indonesia kembali dipimpin oleh
diktator, Soeharto. Bisa jadi gerakan ini bermula dari wacana ‘pop culture’
dimana menggunakan isu-isu tentang menyenangkannya masa kecil dan remaja
sebagai jalan pembuka bagi masuknya kembali penguasa zalim. Tapi, hal ini tidak
dapat menafikkan bassang sebagai makanan pembuka pagi hari ketika saya kecil.
Dimana gerakan makan bassang, menjadi satu-satunya gerakan apolitis yang bebas
nilai. Hari ini ‘back to 90’, besok-besok bisa jadi ‘back to Orba’
Saya menduga, sekelompok orang yang
menggawangi wacana ‘back to 90’ tidak pernah merasakan bassang. Mereka tidak
pernah merasakan sedapnya kepulan asap dari buih jagung dengan santan, dicampur
gula sedikit sehingga manisnya tidak lekang dimakan zaman, baik itu zaman orla,
zaman orba hingga zaman reformasi. Biar saya memberitahu kalian, bassang adalah
makanan andalan saya ketika kecil, bassang menjadi makanan wajib sebelum
berangkat sekolah, dan beliau (read:bassang) tidak pernah mengeluh. Bassang
menjadi sebuah unsur pagi seperti embun bagi warga Makassar. Kalian boleh beda
mengenai Jokowi dan Prabowo, kalian boleh beda mengenai liverpool, Real Madrid
dan Milan tapi bassang adalah keniscayaan.
Basaang merupakan representatif dari
Makassar, panas, mengepul, putih, bersih dan mengenyangkan. Yahhh, seperti
Makassar yang selalu bersemngat, menjunjung kebenaran dan selalu bermanfaat
bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar