Rabu, 16 Desember 2015

Mengurai Makna Bersama Dalam Angkringan Gerobak Ide

Hari itu, menjelang terbenamnya matahari di ufuk timur sana, sepasang roda berputar perlahan di atas aspal Jalan Tadulako, Palu. Sebuah gerobak berwarna dasar merah  dengan beberapa garis hitam di tulang-tulang penyangganya telah siap untuk memanjakan rutinitas senda gurau kaum urban Palu. Angkringan Gerobak Ide, menjadi sebuah alternatif tempat bagi mereka yang telah bosan dengan hiruk pikuk keseharian yang padat.

Suasana Angkringan Gerobak Ide
 Mengusung konsep angkringan Yogya, Gerobak Ide (GI) menyulap halaman ruko Global Indo Motor menjadi sebuah angkringan dengan berbagai menu sederhana dan pastinya sangat murah. Nasi uduk adalah ciri khas menu GI, terdapat juga sate telur puyuh dan tahu isi serta tempe goreng yang selalu menemani santapan nasi uduk GI. Pemilihan konsep angkringan seperti ini, sejauh pengamatan penulis – masih sangat jarang ada di Palu, bahkan menjadi satu-satunya tempat kuliner yang menawarkan angkringan khas Yogya, dengan menu tradisional rumahan

Menu Komplit Nasi Uduk GI
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi GI, ditengah-tengah ramainya tempat kuliner seperti warkop dan kafe di Palu, Gerobak Ide membawa para tamunya dalam sebuah kebersamaan tanpa gangguan musik yang mendentum keras dan tanpa jaringan wi-fi yang kerap kali mengaburkan makna interaksi kemanusiaan. Selain sajian nasi uduk, untuk menambah sentuhan tradisional, GI juga menjajakan menu kuliner nasi kuning isi ikan tuna. Nasi kuning ikan tuna ini dibuat khusus bagi mereka yang menyukai sentuhan pedas di makanannya.
Membicarakan angkringan, tidak lengkap rasanya apabila tidak menyajikan menu kopi di dalamnya. Angkringan Gerobak Ide menyadari hal ini, bahwa kopi telah menjadi konsumsi utama dalam setiap interaksi kaum urban. Kopi tidak dapat dilihat lagi sebatas minuman rumah yang begitu sederhana untuk dinikmati, melainkan kopi telah menjadi komoditas utama dalam banyak bisnis kuliner. Hanya saja, dengan berkembangnya teknologi, banyak bisnis kuliner yang melupakan substansi dari meminum kopi. Oleh GI, meminum kopi dipandang sebagai rutinitas sederhana, murah dan tidak ribet. Seperti orang tua di desa-desa, meminum kopi cukup dengan menyeduhnya dengan air panas, tambahan gula dan sedikit senda gurau dalam meminumnya, sederhana. No machine, no expensive and no class. Apabila angkringan di Yogya memiliki kopi jos yang menjadi ciri khas, maka angkringan GI memiliki kopi bir sebagai racikan menu khas. Selain itu, angkringan GI tidak ingin setengah-setengah apabila berbicara kopi, angkringan GI memilih kopi asli Toraja yang dipesan langsung dari Makale, Tanah Toraja dan juga kopi Kalosi dari Kab. Enrekang Sulsel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar