Jumat, 13 Desember 2013

Ketika Amal Dan Ilmu Bersabda



Jangan bertanya untuk siapa saya berkata cinta, karena tentunya dirimu tak akan pernah puas dengan jawaban yang aku lontarkan. Seperti ucap Jaques Derrida, “Bahwa kata-kata melalui bahasa terlalu egois dan menekan, sedang untuk mencapai kebenaran dibutuhkan kebebasan hakiki dimana tulisan lebih bijak memanggulnya”. Apakah kau tahu setiap waktu yang saya lewati dan akan saya hadapi, terlalu berat tanpa melihat senyum dan tatapan malu-malumu.  

Sangat mudah untuk jatuh hati padamu dan hanya sekelompok dungu yang menolak kehadiranmu. Termasuk mereka yang menjadikan masa lalu sebagai standarisasi kebenaran kekinian, untukku mereka hanya sampah dan tak pantas untuk dipeduli. Dan kalaupun engkau memaksa untuk sedikit peduli, maka biarlah tanganku yang menjadi kotor dan biarkan penciumanku yang mencium bau busuk itu. Sedang dirimu, baik-baiklah di atas teras rumah yang dipenuhi bunga-bunga dan tanaman rindang lainnya.
Malam ini, hampir sama dengan malam 6 hari yang lalu dimana ada banyak bintang dan bulan. Katamu, dimana ada bulan yang terang, maka akan ada satu bintang yang paling bersinar dan paling dekat dengan bulan. Sayangnya, malam ini tidak ada dirimu di sampingku yang sedang berbaring menatap langit. Katamu lagi, kau sering menatap bintang-bintang langit  di atas rumahmu sendirian dan berimajinasi. Katamu lagi, kau juga menyukai bulatan berkas cahaya bulan yang mengelilinginya, kau juga bilang bahwa kau membenci langit yang berubah menjadi merah dan perlahan menelan semua bintang serta mengunyah habis bulan bulatmu melalui awan mendungnya.
Kemudian, tiba-tiba saja saya dendam terhadap gelap saya marah kepada hujan dan saya membenci dengan sangat yang bernama mendung. Untukku, segala hal yang kau tidak suka maka akan kulancarkan agresi terhadapnya dan kepada semua hal yang membuatmu senang maka akan kurangkul mereka dan membawa serta ke tempat kita, rumah dengan halaman rindang, penuh bunga agar kau dapat setiap saat menghabiskan waktumu dengan senyum.
Malam terus berlanjut, semuanya seperti tiba-tiba dan misterius. Kau terus bercerita tentang bintang dan bulan, tentang mereka yang bersinar tentang mereka yang begitu mesra berdampingan tentang mereka yang tak terhitung jumlahnya. Lalu, pikiran busuk ku perlahan meyeruak ke otak, bahwa kehadiran mereka menjadikan cerita tentang kita terdistorsi. Mereka terlalu medominasi dan seperti menindas jiwa yang haus akan cerita kita. Bulan dan bintang seperti memiliki modal kekuasaan yang sanggup mengalienasi ku darimu. Bulan dan bintang memiliki kapital yang sepertinya sangat sanggup memperjelas kelas, bahwa aku adalah proletar sang antitesa.   Karl Marx mengatakan, bahwa mereka yang memiliki kekuatan untuk berkuasa hanya menjadikan segala sesuatunya demi keuntungan sang tuan tanah, dan yang tak memiliki lahan maka hanya menjadi pihak yang siap untuk ditindas. Bulan dan bintang laiknya kaum kapitalis malam itu, mereka terlalu mendominasi dan tidak memberikan sedikit pun ruang untuk diriku berekspresi.
Segera saja saya memberikan tanda kepada bulan dan bintang untuk pergi darimu dengan ikhlas atau kupanggil serdadu ayam berkokok dengan ribuan berkas cahaya mentari. Tetapi, sepertinya bulan dan bintang tak mampu membaca tanda dariku. Seharusnya mereka  membaca tentang kajian strukturalisme linguistik, dimana salah satu tokohnya Roland Barthez menekankan bahwa setiap teks bukan hanya tulisan dan bahasa tetapi meluas menjadi segala tindak tanduk perilaku manusia beserta produk masyarakat harus dicurigai dan dibaca sebagai tanda agar kita dapat memprediksi dan memahami keinginan individu, andai mereka tidak ingin mengatakan ini sebagai ancaman dominasi baru, yaitu ideologi.  
Perlahan cahaya mentari menyentuh wajahmu dengan lembutnya dan membuka mataku melihat keindahanmu. Keindahan dari sosok perempuan yang mendedikasikan amal dan ilmu dalam namanya. Bulan dan bintang telah tergantikan dengan embun pagi, dengan langkah-langkah kaki sekelompok manusia terjajah yang sepertinya terlihat begitu bahagia melakukan perintah dari mereka yang sok lebih tahu tentang hidup, termasuk diriku. Sepertinya, sekelompok manusia terjajah itu sukses melakukan impression management dari Ervin Goffman, palsu. Tapi, persetan dengan sekelompok orang terjajah itu karena diriku sendiri sepertinya sedang terjajah oleh kecantikan wajahmu dalam balutan cahaya mentari pagi.
Mungkin inilah yang dikatakan oleh Antonie Giddens, hegemoni -  keterjajahan tanpa sadar dan bahagia. Aku senang pikiranku didominasi tentangmu, aku senang hatiku dijajah oleh kehadiranmu dan aku sangat menunggu agresi-agresimu melalui senyummu, tingkahmu, tatapanmu serta setiap katamu, seperti salah satu ucapan yang pernah kau hamburkan kepadaku, bahwa kau siap untuk menjadi kafein dan nikotin untukku dan membuatku kecanduan. Kau seperti opium membuatku mabuk dan tak sadar diri.
Belum cukup sepekan kita bersama, tetapi penetrasi yang kita lakukan terhadap realitas diri kita hari ini membuatku yakin bahwa kita mampu melewati segala ketegangan yang muncul dari kekuatan-kekuatan struktur sosial diluar diri kita.
Selamat malam amal, selamat datang ilmu. Dan semoga malam yang kita lewati enam hari yang lalu menjadi berkah untuk kita dan untuk mereka yang meragukan cita-cita mulia menuju kesempurnaanNya. Dan semoga setiap kata yang tertuang disini menjadi semacam ucapan sang rasulNya. Semoga amal dan ilmumu bersatu dalam sabdanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar