Jangan
bertanya untuk siapa saya berkata cinta, karena tentunya dirimu tak akan pernah
puas dengan jawaban yang aku lontarkan. Seperti ucap Jaques Derrida, “Bahwa
kata-kata melalui bahasa terlalu egois dan menekan, sedang untuk mencapai
kebenaran dibutuhkan kebebasan hakiki dimana tulisan lebih bijak memanggulnya”.
Apakah kau tahu setiap waktu yang saya lewati dan akan saya hadapi, terlalu
berat tanpa melihat senyum dan tatapan malu-malumu.
Sangat
mudah untuk jatuh hati padamu dan hanya sekelompok dungu yang menolak
kehadiranmu. Termasuk mereka yang menjadikan masa lalu sebagai standarisasi
kebenaran kekinian, untukku mereka hanya sampah dan tak pantas untuk dipeduli.
Dan kalaupun engkau memaksa untuk sedikit peduli, maka biarlah tanganku yang menjadi
kotor dan biarkan penciumanku yang mencium bau busuk itu. Sedang dirimu,
baik-baiklah di atas teras rumah yang dipenuhi bunga-bunga dan tanaman rindang
lainnya.
Malam
ini, hampir sama dengan malam 6 hari yang lalu dimana ada banyak bintang dan
bulan. Katamu, dimana ada bulan yang terang, maka akan ada satu bintang yang
paling bersinar dan paling dekat dengan bulan. Sayangnya, malam ini tidak ada
dirimu di sampingku yang sedang berbaring menatap langit. Katamu lagi, kau
sering menatap bintang-bintang langit di
atas rumahmu sendirian dan berimajinasi. Katamu lagi, kau juga menyukai bulatan
berkas cahaya bulan yang mengelilinginya, kau juga bilang bahwa kau membenci
langit yang berubah menjadi merah dan perlahan menelan semua bintang serta
mengunyah habis bulan bulatmu melalui awan mendungnya.
Kemudian,
tiba-tiba saja saya dendam terhadap gelap saya marah kepada hujan dan saya
membenci dengan sangat yang bernama mendung. Untukku, segala hal yang kau tidak
suka maka akan kulancarkan agresi terhadapnya dan kepada semua hal yang
membuatmu senang maka akan kurangkul mereka dan membawa serta ke tempat kita,
rumah dengan halaman rindang, penuh bunga agar kau dapat setiap saat
menghabiskan waktumu dengan senyum.
Malam
terus berlanjut, semuanya seperti tiba-tiba dan misterius. Kau terus bercerita
tentang bintang dan bulan, tentang mereka yang bersinar tentang mereka yang
begitu mesra berdampingan tentang mereka yang tak terhitung jumlahnya. Lalu,
pikiran busuk ku perlahan meyeruak ke otak, bahwa kehadiran mereka menjadikan
cerita tentang kita terdistorsi. Mereka terlalu medominasi dan seperti menindas
jiwa yang haus akan cerita kita. Bulan dan bintang seperti memiliki modal
kekuasaan yang sanggup mengalienasi ku darimu. Bulan dan bintang memiliki
kapital yang sepertinya sangat sanggup memperjelas kelas, bahwa aku adalah
proletar sang antitesa. Karl Marx mengatakan, bahwa mereka yang
memiliki kekuatan untuk berkuasa hanya menjadikan segala sesuatunya demi
keuntungan sang tuan tanah, dan yang tak memiliki lahan maka hanya menjadi
pihak yang siap untuk ditindas. Bulan dan bintang laiknya kaum kapitalis malam
itu, mereka terlalu mendominasi dan tidak memberikan sedikit pun ruang untuk
diriku berekspresi.
Segera
saja saya memberikan tanda kepada bulan dan bintang untuk pergi darimu dengan
ikhlas atau kupanggil serdadu ayam berkokok dengan ribuan berkas cahaya
mentari. Tetapi, sepertinya bulan dan bintang tak mampu membaca tanda dariku.
Seharusnya mereka membaca tentang kajian
strukturalisme linguistik, dimana salah satu tokohnya Roland Barthez menekankan
bahwa setiap teks bukan hanya tulisan dan bahasa tetapi meluas menjadi segala
tindak tanduk perilaku manusia beserta produk masyarakat harus dicurigai dan
dibaca sebagai tanda agar kita dapat memprediksi dan memahami keinginan
individu, andai mereka tidak ingin mengatakan ini sebagai ancaman dominasi
baru, yaitu ideologi.
Perlahan
cahaya mentari menyentuh wajahmu dengan lembutnya dan membuka mataku melihat
keindahanmu. Keindahan dari sosok perempuan yang mendedikasikan amal dan ilmu
dalam namanya. Bulan dan bintang telah tergantikan dengan embun pagi, dengan
langkah-langkah kaki sekelompok manusia terjajah yang sepertinya terlihat
begitu bahagia melakukan perintah dari mereka yang sok lebih tahu tentang
hidup, termasuk diriku. Sepertinya, sekelompok manusia terjajah itu sukses
melakukan impression management dari Ervin Goffman, palsu. Tapi, persetan
dengan sekelompok orang terjajah itu karena diriku sendiri sepertinya sedang
terjajah oleh kecantikan wajahmu dalam balutan cahaya mentari pagi.
Mungkin
inilah yang dikatakan oleh Antonie Giddens, hegemoni - keterjajahan tanpa sadar dan bahagia. Aku
senang pikiranku didominasi tentangmu, aku senang hatiku dijajah oleh kehadiranmu
dan aku sangat menunggu agresi-agresimu melalui senyummu, tingkahmu, tatapanmu
serta setiap katamu, seperti salah satu ucapan yang pernah kau hamburkan
kepadaku, bahwa kau siap untuk menjadi kafein dan nikotin untukku dan membuatku
kecanduan. Kau seperti opium membuatku mabuk dan tak sadar diri.
Belum
cukup sepekan kita bersama, tetapi penetrasi yang kita lakukan terhadap
realitas diri kita hari ini membuatku yakin bahwa kita mampu melewati segala
ketegangan yang muncul dari kekuatan-kekuatan struktur sosial diluar diri kita.
Selamat
malam amal, selamat datang ilmu. Dan semoga malam yang kita lewati enam hari
yang lalu menjadi berkah untuk kita dan untuk mereka yang meragukan cita-cita
mulia menuju kesempurnaanNya. Dan semoga setiap kata yang tertuang disini
menjadi semacam ucapan sang rasulNya. Semoga amal dan ilmumu bersatu dalam
sabdanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar